Mana tulisan kalian tentang kampus? Silahkan beri komentar di sini!
PROFIL USAHA TEMPE “BARAKAH”
I. Pendahuluan Tempe merupakan makanan khas bagi masyarakat Indonesia khususnya. Makanan yang terbuat dari kedelai ini, banyak digemari oleh semua kalangan. Baik kalangan atas, bahkan yang terbawah sekalipun. Layaknya beras, tempe juga bisa dijadikan sebagai makanan sehari-hari. Selain itu, tempe bisa dimasak dengan berbagai bentuk dan jenis. Mulai dari tempe penyet, kering, gorengan, dan lain sebagainya. Makanan yang terbuat dari proses pembusukan kedelai itu, memang sampai saat ini, seakan tak pernah ada matinya, dan mungkin akan selalu digemari, selagi manusia masih ada. Dewasa ini, tempe tidak hanya beredar di Indonesia saja. Negara-negara Asia pun sudah mulai mengenal tempe. Semisal Arab saudi, yang sesak dipenuhi oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI), sembari mengenalkan produk asli jawa itu. Yang lebih menarik lagi, tempe sudah melalang buana sampai ke Eropa. Rasa yang khas dan sederhana, membuat tempe semakin melejit sebagai makanan pokok. Selain mengandung protein dan gizi lainnya, tempe yang sudah dimasak dengan berbagai jenis hidangan, cocok untuk dijadikan teman sembari nonton bola, misalnya. Walaupun saat ini sudah banyak makanan “barat” yang beredar bebas di pasaran, tempe seakan tidak pernah “merasa” tergususur. Bisa dilihat misalnya, ketika kita berbelanja di pasar tradisional, supermarket, dan dipinggir-pinggir jalan, tempe masih kokoh mempertahankan eksistensinya. Tidak hanya itu, penjual gorengan yang stand by dipinggir jalan pun kian masif. Sehingga, menjual tempe merupakan investasi yang luar biasa. Seiring berkembangnya zaman, dan kian majunya pola pikir para pedagang gorengan untuk mempertahankan eksistensinya, membuat mereka berpikir dua kali, untuk menciptakan makanan yang bahan dasarnya tempe, dikemas sedemikian rupa untuk menjadi makanan modern. Kandungan gizi yang tinggi, merupakan salah satu alasan tersendiri kenapa tempe sampai saat ini masih diperlukan. Bahkan, ada satu penelitian yang menarik, yaitu tempe bisa mencegah timbulnya penyakit kanker. Luar biasa. Penjual nasi yang beredar di samping jalan pun, tak bisa menolak kehadiran tempe. Sebab, makan nasi tanpa tempe, ibarat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Memang sangat sulit mengaitkan antara keduanya. Bagaimana mungkin, makan nasi tanpa tempe diibaratkan dengan cinta? Akan tetapi itulah kenyataannya. Tempe tidak akan pernah tergerus oleh zaman. Selagi makanan yang berbahan dasar kedelai itu beredar di Indonesia. Sebab, tempe adalah salah satu ciri khas Indonesia Tempe bisa dikatan sebagai makanan yang merakyat. Itu terbukti, mayoritas penikmat tempe ialah mereka, para kalangan menengah ke bawah. Terlebih di Semarang. Kita seakan 'bosan’ ketika warung makan berserakan di mata. Dan semua warung yang ada, nggak ada yang lepas dari ‘orang’ yang kita sebut dengan tempe ini. Maka dari itu, kami berkeyakinan untuk berbisnis tempe. Itu disebabkan karena, salah satu indikator yang cukup jelas bahwa, apabila masih ada pasar tradisional dan warung makan sederhana, maka tempe akan tetap eksis bertahan. Sehingga, dengan keyakinan yang kami bangun, dan senantiasa mengharap ridha Allah swt, akhirnya kami bertekad untuk membuat tempe sendiri, kemudian dijual kepada mereka yang sudah antri untuk membelinya, amiin. II. Gambaran Usaha Usaha tempe akan kami lakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Setiap harinya, kami harus membuat tempe di sela-sela waktu kesibukan kuliah. Mulai dari merendam kedelai sampai membungkusnya dalam plastik, yang prosesnya hampir satu hari itu, kami nikmati bersama. Kemudian, tempe itu bisa dipanen setelah dua hari. Tempe-tempe yang sudah jadi itu, kami jual kepada teman-teman Monash Institute (lembaga pendidikan yang didirikan oleh Dr. Mohammad Nasih di Semarang), dan warga Ringin Sari II. Selain itu, apabila kami sudah mampu membuat banyak tempe, akan kami distribusikan kepada mereka, para penjual tempe di pasar. Dan warung-warung makan terdekat. Usaha ini menjadi tanggung jawab kami bertiga 1. Nama : Nur Kholis 2. Nama : Shobih al-Muayyad 3. Nama : Mukhlisin Kami bertiga lahir di Rembang, Jawa Tengah, dan sangat kebetulan sekali, kami juga dibesarkan di Desa yang sama, Sedan. Selain itu, pertemanan yang sudah kami jalin sejak sekolah di MA Riyadl Sedan, membuat kami tidak canggung untuk berkoordinasi, bekerjasama dalam rangka membesarkan usaha tempe yang sudah kami sepakati ini. III. Modal Untuk yang pertama, modal sepenuhnya dikelurkan oleh saudara Nur Kholis sebanyak 250 rbu. Uang tersebut kami belikan dandang, gas LPG, serta pralatan lainnya yang mendukung. Seiring berjalnnya waktu, kami bertekad meminjam uang dari badan amil zakat, infaq, shadaqah (Lazis Baziz) Monash Institute sebanyak 200 rbu. Alhamdulillah, di tengah perjalanan kami berusaha, Dr. Nasih, guru kami, rela menjadi pembeli tetap setiap harinya, sebanyak 4 tempe. Yang apabila dirupiahkan sbesar 10 rbu. Dan tak disangka-sangka pula, beliau memberikan modal kepada kami sebanyak 50 rbu untuk dibelikan kedelai. Kemudian, modal selanjutnya untuk membeli kedelai ialah, hasil penjualan tempe per harinya. Alhamdulillah bisa kami lakukan. Untuk para pengusaha yang ingin bersinergi dengan kami, dengan senang hati kami menyambutnya. IV. Produksi Setiap harinya, kami harus membuat tempe, minimal dengan kedelai sebanyak 3 kg. Apabila salah satu dari kami ada yang kuliah, maka kami bertiga harus bergantian membuatnya. Namun, jika liburan tiba, seringkali kami membuat bersama-sama. 3 kg/ hari merupakan tuntutan yang harus kami lakukan sebagai pengusaha kecil-kecilan. Sehingga, dalam sehari, kami bisa menghasilkan minimal 20 tempe yang siap untuk diedarkan kepada masyarakat luas, yang sudah tak sabar menunggu hasil karya kami. Terkadang, kendala pembuatan tempe itu muncul. Pertama, modal yang pas-pasan. Kedua, cuaca yang selalu mendung, sangat tidak mendukung terhadap kulaitas tempe yang kami hasilkan. Sebab, musim yang pas untuk pembuatan tempe ialah kemarau. Bahkan, di awal, kami pernah membuang hampir seratus tempe yang gagal. Itu disebabkan karena proses yang keliru, serta didukung oleh cuaca yang buruk. Bagitu juga dengan banyaknya ragi yang kami taburkan itu, membuat kami harus selalu belajar dari kesalahan yang ada. V. Potensi Seperti yang sudah kami sebutkan di atas, tempe merupakan makanan yang tidak mengenal zaman, bisa dinikamti oleh semua kalangan, sehingga, tempe mudah terjual karena harganya yang sangat terjangkau. Dengan begitu, potensi serta proyeksi ke depan, menjadi lebih jelas dan bisa diandalkan. Makanan yang menjadi ciri khas orang Jawa ini, mudah ditemukan di sudut-sudut pasar. Atau barangkali, tempe sudah menjadi identitas orang Indonesia. Dengan begitu, apabila kita tidak makan tempe, serasa ada yang kurang. Terlebih lagi, di Semarang, masih banyak para pedagang kaki lima (PKL) dan warung makan lainnya, yang menjajakan tempe. Sehingga, tempe akan selalu dibutuhkan, selain sebagai makanan pokok, juga untuk dijual. VI. Keuntungan Hasil penjualan tempe, alhamdulillah ada untungnya, walaupun kami belum berani untuk menjual dengan harga yang tinggi. Sebab, yang terpenting bagi kami ialah kulaitas tempe itu. Sehingga, harapan kami, secepatnya bisa mendapat respon yang luar biasa dari penggemar tempe khususnya. VII. Penutup Demikianlah pemaparan profil usaha kami, semoga kami selalu konsisten menjadi penjual tempe, dan tidak melupakan tugas kami sebagai kaum akademisi tentunya. Baca qur’an, baca kitab kuning dan nulis, insya Allah akan selalu kami lakukan, di tengah-tengah kesibukan kami dalam mebuat tempe. Semoga selalu berkah apa yang kami lakukan. Yaitu sesuai dengan tempe yang kami beri nama “TEMPE BARAKAH” Mana tulisan tentang Profil Usahamu, Disciples ? Silakan tulis disini !
|