Mengoptimalkan Peran Mahasiswa
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Merupakan suatu keniscayaan bahwa kepemimpinan suatu bangsa mengalami regenerasi dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebab, kehidupan ini dinamis yang selalu mengalami perubahan. Yang kecil menjadi muda, muda menjadi tua, dan yang tua akan purna. Artinya, mau tidak mau juga berlaku pada bangsa. Suatu bangsa juga mengalami regenerasi, baik kepemimpinan maupun hal lainnya.
Lantas, siapa yang akan menggantikan kepemimpinan bangsa? Mengurus bangsa tidaklah mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Oleh sebab itu, untuk mampu mengurus bangsa diperlukan generasi yang kompeten dan cerdas. Nah, tentunya dalam hal ini yang sangat diharapkan menjadi pemimpin bangsa adalah mahasiswa. Mahasiswa sebagai generasi muda terdidik dengan idealitas, pemikiran cemerlang, dan lainnya. Maka, suatu keniscayaan bahwa mahasiswalah yang akan menggantikan estafet kepemimpinan bangsa.
Sebagai generasi calon pemimpin bangsa, maka mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Oleh karenanya, baik buruk masa depan bangsa berada di pundak mahasiswa. Sehingga, muncullah pepatah syubbanul yaum rijalul ghoddi, artinya pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan.
Jika menilik seruan Soekarno, ‘’Berilah saya sepuluh pemuda, maka akan kutaklukkan dunia’’. Maka dari seruan tersebut bisa kita pahami bahwa mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar untuk melakukan perubahan. Maka, sungguh sangat ‘’bodoh’’, apabila mahasiswa tidak menyadari akan peran serta tanggung jawabnya demi kemajuan bangsa dan negara.
Untuk melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, mahasiswa tidak bisa jika tanpa kapasitas mumpuni sebagaimana mestinya. Yaitu mahasiswa kupu (kuliah-pulang), mahasiswa kuno (kuliah-nongkrong), atau sejenisnya. Maka dari itu, mahasiswa tidak cukup ketika hanya diartikan sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (PP. No. 30 Bab 1 pasal 1 ayat 6). Melainkan mahasiswa sebagai kaum intelektualis, kaum akademis, kaum idealis, kaum energik, serta sadar akan peran serta tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.
Setidaknya terdapat beberapa peran yang harus dilakukan mahasiswa di tengah kondisi negara ini yang carut marut, baik dalam hal keputusan hukum, kebijakan-kebijakan yang tak pro rakyat kecil, bahkan sistem pemerintahan yang menjijikkan, sehingga menjadikan ladang korupsi secara berjamaah.
Pertama, mahasiswa harus menyadari akan kewajiban tanggung jawab pribadinya. Suatu keniscayaan bagi mahasiswa untuk menjaga bahkan selalu meningkatkan prestasinya, terlebih dalam bidang akademik. Sungguh disayangkan apabila seorang menyandang identitas mahasiswa, akan tetapi hanya menjadi mahasiswa kupu, mahasiswa kuno, ataupun sejenisnya yang pasti sangat tidak bermanfaat.
Kedua, pada tahap selanjutnya, mahasiswa haruslah menyadari akan kewajiban dan tanggung jawabnya yaitu mampu bersosial, bekerjasama, serta berkontribusi dengan masyarakat sekitarnya. Maka, sangat menjijikkan apabila ditemui seorang mahasiswa hanya memikirkan prestasi akademiknya, bahkan apatis terhadap perkara yang berhubungan dengan sosial kemayarakatan.
Ketiga, setelah mahasiswa mampu berkontribusi dalam ranah di masyarakat sekitarnya, selanjutnya mahasiswa memiliki peran yang lebih besar, yaitu harus mampu berkontribusi di ranah bangsa dan negara. Sebab, konsekuensi dari keilmuan yang diperoleh adalah untuk ditransformasikan dalam kehidupan nyata.
Masyarakat sangat berharap bahwa mahasiswa dapat berkontribusi nyata dalam melakukan perubahan kemajuan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mahasiswa jangan hanya cerdas secara teoritis, namun juga harus cerdas secara aplikatif. Oleh karenanya, semoga mahasiswa semakin menyadari akan peran serta tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara. Wallahu a’lam
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, aktivis HMI IAIN Walisongo Semarang
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Merupakan suatu keniscayaan bahwa kepemimpinan suatu bangsa mengalami regenerasi dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebab, kehidupan ini dinamis yang selalu mengalami perubahan. Yang kecil menjadi muda, muda menjadi tua, dan yang tua akan purna. Artinya, mau tidak mau juga berlaku pada bangsa. Suatu bangsa juga mengalami regenerasi, baik kepemimpinan maupun hal lainnya.
Lantas, siapa yang akan menggantikan kepemimpinan bangsa? Mengurus bangsa tidaklah mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Oleh sebab itu, untuk mampu mengurus bangsa diperlukan generasi yang kompeten dan cerdas. Nah, tentunya dalam hal ini yang sangat diharapkan menjadi pemimpin bangsa adalah mahasiswa. Mahasiswa sebagai generasi muda terdidik dengan idealitas, pemikiran cemerlang, dan lainnya. Maka, suatu keniscayaan bahwa mahasiswalah yang akan menggantikan estafet kepemimpinan bangsa.
Sebagai generasi calon pemimpin bangsa, maka mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Oleh karenanya, baik buruk masa depan bangsa berada di pundak mahasiswa. Sehingga, muncullah pepatah syubbanul yaum rijalul ghoddi, artinya pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan.
Jika menilik seruan Soekarno, ‘’Berilah saya sepuluh pemuda, maka akan kutaklukkan dunia’’. Maka dari seruan tersebut bisa kita pahami bahwa mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar untuk melakukan perubahan. Maka, sungguh sangat ‘’bodoh’’, apabila mahasiswa tidak menyadari akan peran serta tanggung jawabnya demi kemajuan bangsa dan negara.
Untuk melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, mahasiswa tidak bisa jika tanpa kapasitas mumpuni sebagaimana mestinya. Yaitu mahasiswa kupu (kuliah-pulang), mahasiswa kuno (kuliah-nongkrong), atau sejenisnya. Maka dari itu, mahasiswa tidak cukup ketika hanya diartikan sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (PP. No. 30 Bab 1 pasal 1 ayat 6). Melainkan mahasiswa sebagai kaum intelektualis, kaum akademis, kaum idealis, kaum energik, serta sadar akan peran serta tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.
Setidaknya terdapat beberapa peran yang harus dilakukan mahasiswa di tengah kondisi negara ini yang carut marut, baik dalam hal keputusan hukum, kebijakan-kebijakan yang tak pro rakyat kecil, bahkan sistem pemerintahan yang menjijikkan, sehingga menjadikan ladang korupsi secara berjamaah.
Pertama, mahasiswa harus menyadari akan kewajiban tanggung jawab pribadinya. Suatu keniscayaan bagi mahasiswa untuk menjaga bahkan selalu meningkatkan prestasinya, terlebih dalam bidang akademik. Sungguh disayangkan apabila seorang menyandang identitas mahasiswa, akan tetapi hanya menjadi mahasiswa kupu, mahasiswa kuno, ataupun sejenisnya yang pasti sangat tidak bermanfaat.
Kedua, pada tahap selanjutnya, mahasiswa haruslah menyadari akan kewajiban dan tanggung jawabnya yaitu mampu bersosial, bekerjasama, serta berkontribusi dengan masyarakat sekitarnya. Maka, sangat menjijikkan apabila ditemui seorang mahasiswa hanya memikirkan prestasi akademiknya, bahkan apatis terhadap perkara yang berhubungan dengan sosial kemayarakatan.
Ketiga, setelah mahasiswa mampu berkontribusi dalam ranah di masyarakat sekitarnya, selanjutnya mahasiswa memiliki peran yang lebih besar, yaitu harus mampu berkontribusi di ranah bangsa dan negara. Sebab, konsekuensi dari keilmuan yang diperoleh adalah untuk ditransformasikan dalam kehidupan nyata.
Masyarakat sangat berharap bahwa mahasiswa dapat berkontribusi nyata dalam melakukan perubahan kemajuan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mahasiswa jangan hanya cerdas secara teoritis, namun juga harus cerdas secara aplikatif. Oleh karenanya, semoga mahasiswa semakin menyadari akan peran serta tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara. Wallahu a’lam
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, aktivis HMI IAIN Walisongo Semarang